Rabu, 22 Juni 2016

Bye Radio

Sandiwara Radio kini seolah tinggal kenangan. Bahkan hiburan yang digandrungi di era 80-an itu kini sulit untuk kembali lagi. Kalaupun ada masyarakat tidaklah seantusias seperti kejayaannya. Itu pun hanya beberapa radio yang menyiarkannya.
Perkembangan zaman melalui media audio visual memang merubah segalanya. Hiburan yang mengudara itu kini sudah tergerus dengan modernisasi.
Pada masa kejayaannya sandiwara radio sangat ditunggu-tunggu. Mengandalkan teknik audio dan pembawa acara yang hebat seolah membawa pendengar masuk ke jalannya cerita.
Pendengar bebas untuk menciptakan sosok, menciptakan adegan, sesuai keinginan dan sesuai imajinasi masing-masing. Ini dinamakan Theatre of mind. Hal itu tentu tidaklah didapat di media audio visual seperti televisi.
Cerita tentang Mak Lampir misalnya dalam Misteri Gunung Merapi. Efek-efek suara menyeramkan membuat pendengar merasakan betapa menyeramkan sosok nenek tua itu. Apalagi saat tertawa. hiihiihiiii!
Pada saat itu sandiwara radio mendapatkan tempat tersendiri di kalangan masyarakat. Stasiun radio bersaing untuk menampilkan hiburan dunia dongeng bersuara ini.
Setelah lelah beraktivitas setiap harinya masyarakat selalu berkumpul mengelilingi radio hanya untuk menantikan sandiwara radio.
Jika siaran melemah karena hal teknis pendengar otomatis akan menempelkan telinga ke sumber suara karena tidak ingin ketinggalan jalan ceritanya. Menarik bukan?
Kalau Anda termasuk golongan yang melintas tahun 1980-1990, nama judul Saur Sepuh, Tutur Tinular, Misteri Gunung Merapi, Mak Lampir tentulah tidak asing lagi. Keberadaan sandiwara radio memunculkan nama-nama tenar seperti Ferry Fadly, Elly Ermawati, Ivone Rose, Maria Oentoe, Anna Sambayon, Idris Apandi dan lainnya.
Namun dunia itu berputar. Globalisasi tak dapat dihindari lagi. Paling tidak itu dialami salah satu pemeran sandiwara radio di Radio Garuda 105,5 FM Bandung. Iwan Irawan L yang merupakan salah satu pemeran sandiwara radio dengan dongeng karakter tokoh Sunda berjudulkan 'Sempal Guyon Parahyangan Si Kundang'.
Pria 50 tahun ini selalu memerankan tokoh pemberi nasihat dalam setiap kisah. Di selingi bodoran nyata namun penuh makna membuat Sempal Guyon memiliki tempat di hati masyarakat Jawa Barat.
"Sandiwara Radio ini memang membuat hiburan buat semua orang. Semua menanti dongeng-dongeng terbaru yang akan disiarkan," kata Iwan kepada merdeka.com, Sabtu (4/5).
Iwan memang baru sekitar tahun 1990 an mulai menjadi salah satu pemeran di dongeng suara itu. Saat itu Iwan yang kerap memiliki nama 'udara' Kang Iwan atau Iwan Bogalakon yang berduet dengan Alm Tisna Sunatera sebagai pemeran utama.
Tisna kata Iwan bisa memerankan 14 suara berbeda, dibantu dengan pemeran Wanita Andi R Johari. "Sandiwara Radio kita sangat natural, kalau bercanda lempar, ya lempar sekalian, pukul-pukul sekalian," paparnya canda.
Benar bahwa sandiwara radio memang membawa pendengar selalu berimajinasi ditambah efek suara yang dikeluarkan. Iwan pernah merasakan bagaimana rasanya diidolakan pendengar. Tak jarang pendengar setia memberikan macam-macam hadiah.
"Makanan datang ke kantor, sampai saya gemuk gini karena jadi pembawa acara di radio," tuturnya.
Sedikit demi sedikit pecinta Sandiwara Radio kini mulai hilang. Apalagi ketika pertengahan 2000 di mana dongeng-dongeng itu sudah mulai tidak diminati lagi. Kebanyakan orang lebih memilih media televisi sebagai radio.
Melalui andalan audio visual, orang mulai beralih. "Mungkin memang eranya sudah seharusnya berubah, saya sangat kangen dengan dunia radio," jelas pria yang kini bekerja di dinas pemadam kebakaran kota Bandung ini.
Sandiwara radio memang tinggal kenangan karena keberadaannya sudah digantikan film dan sinetron. Perlu diingat Sandiwara Radio benar-benar menampilkan suatu hiburan berbeda pada masanya.
"Keberadaan sandiwara radio di hati para pendengarnya akan selalu di ingat," kisahnya.
Hiburan era 80-an itu telah hilang ....dan tak akan tumbuh lagi

sumber: http://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-sandiwara-radio-yang-punah-tergerus-televisi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar