Rabu, 22 Juni 2016

Keunikan Radio

Haiiii guysss, kemarin kan udah nih kita jelasin tentang sejarah radio, program apa aja yang ada di radio, dan segala macem tentang radio hehehehe. Kurang lengkap yahhh rasanya kalo kalian belum tau tentang keunikan radio. Radio nggak cuma buat dengerin dan salam-salam doang lohh guys :D Keunikannya apa yah kira-kira??? Yukkk kita simak bareng-bareng ^^

Keunikan radio dibanding media massa lainnya:

1. Melalui radio seseorang dapat menerima informasi dengan cepat dan langsung karena dengan telepon penyiar radio dapat menerima informasi secara langsung dan dapat disampaikan atau dilaporkan padan pendengarnya. Selain itu prosesnya juga tidak selama koran ataupun televisi yang harus melewati berbagai tahap untuk di beritakan/informasikan pada khalayak.


2. Radio dapat memberi informasi tentang daerah sekitarnya seperti tentang lalu-lintas, kemacetan, kecelakaan, ataupun cuaca sehingga masyarakat memiliki pengetahuan tentang lingkungannya dan bisa membuat persiapan apabila ingin berpergian jauh.


3. Dengan radio seseorang dapat mendengar dimanapun dengan perangkat yang sudah bermacam-macam saat ini. Radio juga fleksibel karena dapat dinikmati atau didengar kapanpun walau saat  melakukan suatu hal. Contohnya kita tetap bisa mendengar radio sambil memasak, bekerja dan mengendarai.


4. Radio dapat menyentuh aspek pribadi (interpersonal communications) pendengar secara langsung. Ada kedekatan tersendiri daripenyiar radio ke pendengarnya. Misalnya: radio dapat dijadikan media untuk mencurahkan hati dengan bercerita melalui telepon kepada penyiar radio tersebut.


5. Radio merupakan media yang paling murah dibandingkan media televisi, internet atau media lainnya. Untuk mendengarkan berita seseorang tidak dimintai atau dipungut biaya sepeser pun.


6. Tidak hanya menerima informasi melaui radio seseorang dapat mendengarkan musik yang bisa merelaksasikan pendengarnya bahkan berkirim pesan atau lagu bisa diminta sesuai dengan pilihan pendengar karena ada beberapa acara yang memberikan kesempatan bagi pendengarnya untuk berkirim pesan satu dengan yang lain atau request lagu melalui pesan.


7. Di samping itu radio juga dapat dimanfaatkan bagi para pebisnis atau pengusaha dalam memperkenalkan/mempromosikan baik itu bisnis atau produk yang dimilikinya. Sosialisai terhadap program pemerintah juga dapat dilakukan melalui media telekomunikasi radio ini.




Sumber: http://www.komunikasi.us/index.php/course/3284-manfaat-radio-yang-membuatnya-bertahan-hingga-saat-ini

Bye Radio

Sandiwara Radio kini seolah tinggal kenangan. Bahkan hiburan yang digandrungi di era 80-an itu kini sulit untuk kembali lagi. Kalaupun ada masyarakat tidaklah seantusias seperti kejayaannya. Itu pun hanya beberapa radio yang menyiarkannya.
Perkembangan zaman melalui media audio visual memang merubah segalanya. Hiburan yang mengudara itu kini sudah tergerus dengan modernisasi.
Pada masa kejayaannya sandiwara radio sangat ditunggu-tunggu. Mengandalkan teknik audio dan pembawa acara yang hebat seolah membawa pendengar masuk ke jalannya cerita.
Pendengar bebas untuk menciptakan sosok, menciptakan adegan, sesuai keinginan dan sesuai imajinasi masing-masing. Ini dinamakan Theatre of mind. Hal itu tentu tidaklah didapat di media audio visual seperti televisi.
Cerita tentang Mak Lampir misalnya dalam Misteri Gunung Merapi. Efek-efek suara menyeramkan membuat pendengar merasakan betapa menyeramkan sosok nenek tua itu. Apalagi saat tertawa. hiihiihiiii!
Pada saat itu sandiwara radio mendapatkan tempat tersendiri di kalangan masyarakat. Stasiun radio bersaing untuk menampilkan hiburan dunia dongeng bersuara ini.
Setelah lelah beraktivitas setiap harinya masyarakat selalu berkumpul mengelilingi radio hanya untuk menantikan sandiwara radio.
Jika siaran melemah karena hal teknis pendengar otomatis akan menempelkan telinga ke sumber suara karena tidak ingin ketinggalan jalan ceritanya. Menarik bukan?
Kalau Anda termasuk golongan yang melintas tahun 1980-1990, nama judul Saur Sepuh, Tutur Tinular, Misteri Gunung Merapi, Mak Lampir tentulah tidak asing lagi. Keberadaan sandiwara radio memunculkan nama-nama tenar seperti Ferry Fadly, Elly Ermawati, Ivone Rose, Maria Oentoe, Anna Sambayon, Idris Apandi dan lainnya.
Namun dunia itu berputar. Globalisasi tak dapat dihindari lagi. Paling tidak itu dialami salah satu pemeran sandiwara radio di Radio Garuda 105,5 FM Bandung. Iwan Irawan L yang merupakan salah satu pemeran sandiwara radio dengan dongeng karakter tokoh Sunda berjudulkan 'Sempal Guyon Parahyangan Si Kundang'.
Pria 50 tahun ini selalu memerankan tokoh pemberi nasihat dalam setiap kisah. Di selingi bodoran nyata namun penuh makna membuat Sempal Guyon memiliki tempat di hati masyarakat Jawa Barat.
"Sandiwara Radio ini memang membuat hiburan buat semua orang. Semua menanti dongeng-dongeng terbaru yang akan disiarkan," kata Iwan kepada merdeka.com, Sabtu (4/5).
Iwan memang baru sekitar tahun 1990 an mulai menjadi salah satu pemeran di dongeng suara itu. Saat itu Iwan yang kerap memiliki nama 'udara' Kang Iwan atau Iwan Bogalakon yang berduet dengan Alm Tisna Sunatera sebagai pemeran utama.
Tisna kata Iwan bisa memerankan 14 suara berbeda, dibantu dengan pemeran Wanita Andi R Johari. "Sandiwara Radio kita sangat natural, kalau bercanda lempar, ya lempar sekalian, pukul-pukul sekalian," paparnya canda.
Benar bahwa sandiwara radio memang membawa pendengar selalu berimajinasi ditambah efek suara yang dikeluarkan. Iwan pernah merasakan bagaimana rasanya diidolakan pendengar. Tak jarang pendengar setia memberikan macam-macam hadiah.
"Makanan datang ke kantor, sampai saya gemuk gini karena jadi pembawa acara di radio," tuturnya.
Sedikit demi sedikit pecinta Sandiwara Radio kini mulai hilang. Apalagi ketika pertengahan 2000 di mana dongeng-dongeng itu sudah mulai tidak diminati lagi. Kebanyakan orang lebih memilih media televisi sebagai radio.
Melalui andalan audio visual, orang mulai beralih. "Mungkin memang eranya sudah seharusnya berubah, saya sangat kangen dengan dunia radio," jelas pria yang kini bekerja di dinas pemadam kebakaran kota Bandung ini.
Sandiwara radio memang tinggal kenangan karena keberadaannya sudah digantikan film dan sinetron. Perlu diingat Sandiwara Radio benar-benar menampilkan suatu hiburan berbeda pada masanya.
"Keberadaan sandiwara radio di hati para pendengarnya akan selalu di ingat," kisahnya.
Hiburan era 80-an itu telah hilang ....dan tak akan tumbuh lagi

sumber: http://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-sandiwara-radio-yang-punah-tergerus-televisi.html

Radio Internasional Masa Lalu dan Masa Kini

Hasil gambar untuk bye radio illustration


Kabar mengenai gugurnya satu persatu siaran radio Internasional berbahasa Indonesia pada akhirnya terdengar juga. Dewan Pengelola Penyiaran Voice of America (VOA) mengajukan proposal pengurangan sejumlah layanan siaran bahasa asing ke Kongres AS, termasuk siaran berbahasa Indonesia yang sudah mengudara selama 73 tahun.

Bagi pendengar radio siaran internasional, rasanya ini bukan kabar yang terlalu mengejutkan. Dalam kurun waktu sekitar 10 tahun terakhir, satu per satu siaran radio internasional memangkas siaran mereka atau malah turun sekaligus dari udara. Dari enam “raksasa” radio internasional siaran Bahasa Indonesia, tinggal Radio Jepang NHK World yang masih bertahan di udara.

Yang lainnya, seperti Radio Australia, Deutsche Welle, dan BBC sudah pamit dari gelombang SW dan menyisakan siaran internet serta kerjasama siaran dengan sejumlah radio lokal di Indonesia. Sementara Radio Nederland Siaran Indonesia (RANESI) tidak pakai basa basi lagi dan langsung menutup total siaran Indonesianya.

Isyarat itu memang sudah lama terdengar. Dalam setiap pertemuan rutin para punggawa radio internasional, kasak-kusuk selalu beredar. 
Ketika tahun 2012 VOA mulai menutup sejumlah pemancar gelombang pendek (SW) nya, maka banyak yang memperkirakan ini hanya soal menghitung hari saja. Akankah rekomendasi Dewan Pengelola Penyiaran VOA akhirnya benar-benar mewujudkan kasak-kusuk itu?
Yang rasanya lebih patut menjadi pertanyaan adalah: Kenapa? Jawaban paling standar dari para pengelola radio itu adalah pudarnya pamor radio siaran internasional, serta kemajuan teknologi media yang pada akhirnya memberikan lebih banyak pilihan kepada para pendengar.

Padahal pernah ada masa jauh sebelum teknologi internet membuat dunia jadi tanpa batas, radio siaran internasional yang mengudara di gelombang pendek (SW) sudah lebih dulu mengajak pendengarnya mengglobal. Pendengar di berbagai pelosok Indonesia sekalipun bisa mengikuti perkembangan dunia, mulai dari informasi-informasi aktual sampai ke pelajaran-pelajaran bahasa asing gratis.

Klub-klub pendengar pun bermunculan dengan anggota dari berbagai daerah dan bahkan ikatan persaudaraan antar mereka dengan para penyiarnya yang masih sangat erat hingga kini.

Pernah ada masa ketika media-media di Indonesia tidak bisa bicara banyak menghadapi pemberangusan informasi oleh pemerintah berkuasa, kabar paling aktual tentang negara ini justru disiarkan dari radio-radio internasional ribuan kilometer di seberang laut seperti BBC atau Radio Australia. Disinilah muncul era legenda-legenda radio seperti Ebet Kadarusman dan Nuim Khaiyat yang tiada duanya.

Ah, mengenang masa-masa jaya radio itu memang indah. Namun perubahan adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dilawan dengan kenangan seindah apapun.

Pertanyaannya sekarang adalah maukah kita mengikuti perubahan itu? “Kita” di sini mengacu ke orang radio itu sendiri, bukan pendengar. Pendengar justru lebih cepat move-on di tengah maraknya berbagai pilihan media. Mereka hanyalah konsumen yang memilih mana yang lebih baik dari berbagai pilihan yang ada.

Teknologi Baru
Secara teknologi ada yang namanya Digital Radio Mondialle (DRM). Secara sederhana teknologi ini memungkinkan gelombang analog termasuk SW yang dianggap jadul itu bisa mengangkut sinyal-sinyal  digital termasuk sinyal suara dengan kualitas suara yang jernih.

Orang yang pernah mendengarkan radio SW yang kresek-kresek pasti amat bisa menghargai teknologi ini. Bayangkan gelombang SW dengan jangkauan sampai ribuan kilometer itu kualitasnya bisa digital. Ini mimpi yang jadi nyata! Tapi sayangnya teknologi ini belum berkembang pesat, meskipun sudah diujicobakan beberapa lembaga penyiaran termasuk BBC dan Deutsche Well dan juga VOA sendiri.

Selain itu nyaris semua radio kini juga sudah mengadaptasi teknologi online yang semakin berkembang pesat. Rasanya sudah ketinggalan jaman sekali kalau ada radio yang tidak memiliki streaming online. Teknologi ini memungkinkan siaran radio kembali mengglobal seperti masa-masa siaran SW dulu bahkan jangkauannya bisa lebih luas lagi.

Ada pula teknologi yang disebut podcasting yang memungkinkan potongan-potongan audio siaran radio disimpan dan didengarkan kapanpun, ibarat menggunting  potongan artikel di koran untuk kemudian dibaca belakangan. Berbagai radio internasional itupun kini sudah memanfaatkan media sosial. Facebook VOA siaran Indonesia misalnya baru saja merayakan 2 juta pengikut.

Upaya menjangkau lebih banyak pendengar juga dilakukan radio-radio siaran internasional itu dengan menggandeng radio afiliasi di Indonesia untuk mengudarakan acara-acara mereka. VOA misalnya memiliki lebih dari 200 radio afiliasi di seluruh Indonesia. Begitu juga dengan BBC, Radio Australia, Deutsche Welle dan Radio Jepang NHK World.

Masalahnya kenapa semua upaya itu masih berujung pada penutupan berbagai radio siaran internasional? Kata kuncinya mungkin ada di satu hal yang paling penting dari semua hal diatas, satu hal yang paling prinsip dari media apapun. Kata kunci itu adalah “KONTEN!”

Bicara konten, ada satu contoh kisah paling menarik yang datang dari negara asal VOA sendiri. Di awal tahun 2006 Howard Stern, salah satu host radio paling kontroversial namun dengan jumlah pendengar yang tinggi, memulai siaran di salah satu penyedia radio satelit berlangganan. Fenomena Stern ini melabrak pemikiran konvensional tentang radio yang yang bersifat “free to air” alias gratis.

Bayangkan, untuk mendengarkan acaranya, pendengar harus membayar biaya langganan radio satelit dan punya perangkat penerima khusus yang jauh berbeda dari radio biasa. Toh pendengarnya tetap berbondong-bondong pindah walau harus membayar. Mengapa? Terlepas dari sosok Stern yang sangat kontroversial, ini adalah contoh betapa konten jauh lebih penting dari segala perkembangan teknologi itu.

Orang mendengarkan siaran radio karena isinya, karena kontennya, bukan karena teknologi. Konten lah yang mendatangkan jumlah pendengar atau audience. Jadi memutuskan mengakhiri siaran karena alasan survei  jumlah pendengar yang menurun sama saja dengan mempertanyakan apakah SDM-SDM nya cukup segar untuk menyajikan konten-konten bermutu, atau malah tengah terjebak dalam kerumitan rutinitas-rutinitas pekerjaan sehingga tidak sempat melihat dan mengikuti berbagai perkembangan baru di luar sana?
Atau jangan-jangan SDM dan manajemennya masih asik hidup di masa kejayaan radio di masa lalu?

Banyak memang yang mengaitkan siaran radio internasional dengan mesin propaganda di masa perang, mulai dari era perang dunia pertama sampai ke era perang dingin. Namun era itu sudah lama berlalu. Saat ini adalah masa-masanya soft diplomacy dan justru disitulah radio-radio internasional ini menjadi semakin relevan keberadaannya, dan rasanya tidak ada orang yang lebih paham tentang soft diplomacy selain Barack Obama.

Rane Hafied - mantan penyiar Radio Singapura Internasional dan Radio Jepang NHK World
sumber: http://ceritaanda.viva.co.id/news/read/606105-radio-siaran-internasional-antara-masa-lalu-dan-masa-kini

Format Program Radio

Dalam penyajian siaran radio ada dikenal istilah yang disebut format. Menurut Pringle-starr mcCavitt (1991) seperti dikutip Morissan (2005: 108), the programming of most stations is dominated by one principle content element or sound, know as format (format sebagian besar stasiun radio di dominasi oleh satu elemen isi atau suara yang utama yang dikenal dengan format).

Pengertian format program mengacu pada perencanaan, penyajian suatu program yang didasari isi materi siarannya.Format produksi mengandung pengertian bagaimana suatu program disajikan secara tekniknya. Sedangkan format siaran atau lebih dikenal dengan format stations dapat dimaknai sebagai bentuk kepribadian suatu stasiun penyiaran radio sebagaimana dapat didengarkan dari program siarannya. Untuk menjelaskan secara detailnya, berikut dapat dilihat format-format radio di bawah ini:

1. News/ Berita, format penyajian siarannya porsi dominannya adalah berita dan program-program interview. Contoh segala isu aktual seputar politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain sebagainya.


2. Talk/Bincang-Bincang, format yang memfokuskan mengenai topik atau isu-isu aktual untuk diperbincangkan.


3. Adult contempory, format ini berisi lagu-lagu yang dikhususkan kepada pendengar dewasa dengan kisaran usia 25 tahun hingga 45 tahun, yang diselingi info politik, ekonomi, dan budaya.


4. Top 40, format yang dikhususkan pendengar muda dengan rentan usia 12 tahum sampai 21 tahun. Kriteria lagunya pop terbaru atau new entry yang terdaftar dalam deretan 40 tangga lagu.


5. Album Oriented Rock, format didasarkan pada album-album yang bergenre rock.


6. Dangdut, format musiknya full dangdut dan melayu.


7. Pop Indonesia, materi siarannya mengenai lagu-lagu pop Indonesia.


8. Humor, materi siarannya cenderung humor dan mengandung unsur lucu.





Sumber: https://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-2-01103-MC%20Bab2001.pdf